Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Harian Ke-3665
Senin, 4 Muharam 1447
Bahagia Bisa Meninggalkan "Dosa"
Saudaraku, di antara bentuk kebahagiaan yang paling tinggi adalah saat Allah menganugrahi kita kekuatan dan kesadaran untuk meninggalkan apapun yang berkonsekuensi dosa. Ya, meninggalkan perbuatan dosa bukan sekadar urusan yang mudah, tapi sebuah perjalanan batin yang membutuhkan perjuangan, keberanian, ketulusan, dan tekad yang besar.
Mungkin, bagi orang-orang yang sudah terbiasa hidup dalam ketaatan, meninggalkan dosa terasa mudah, ibarat menjauhi sesuatu yang memang tidak lagi menjadi godaan bagi dirinya. Namun, bagi mereka yang pernah atau masih terjebak dalam kubangan salah dan khilaf, meninggalkan perbuatan dosa itu bukan perkara sepele. Tentu, di sana ada perjuangan, pergulatan batin, ada tarik menarik antara godaan dan kesadaran, ada bisikan setan yang terus datang, dan ada hawa nafsu yang tak henti membelenggu juga merayu.
Tapi, saudaraku, justru di situlah sejatinya letak kemuliaannya. Karena meninggalkan dosa itu bukan urusan mudah, maka ketika dapat dilakukan oleh seseorang, sejatinya itu merupakan kemenangan hati atas dirinya sendiri. Apalagi, saat ini momentum hijrah merupakan saat yang tepat juga berkah. Momentum tahun baru hijriah telah mengajak kita berpindah dari kelalaian menuju kesadaran dari dosa menuju taubat, dari ketergelinciran menuju kemuliaan yang membahagiakan.
Tentu, semestinya kita tidak menunggu tua untuk taubat, karena tua belum tentu tiba, tidak elok menanti esok atau lusa, karena waktu adalah misteri yang tak selalu dalam genggaman kita. Rasulullah ï·º bersabda: Bersegeralah kalian beramal sebelum datang fitnah-fitnah seperti malam yang gelap gulita..." (HR. Muslim). Dan firman Allah pun tegas mengingatkan: "Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung." (QS. An-Nur: 31)
Ketika kita menyahuti seruan untuk kembali, maka kitapun senang dan bahagia. Ya, bahagia bukan hanya saat kita dipuji karenanya, atau saat bergelimang kemewahan, tapi kebahagiaan sejati adalah ketika kita berhasil melepaskan diri dari belenggu dosa yang membebani. Dan ketika kita menang melawan hawa nafsu yang mencelakai diri. Ketika kita berani berkata "cukup sampai di sini, stop berbuat maksiat lagi". Dan saat kita kembali ke jalan yang diridhai Allah.
Tentu, tidak mudah memang, tapi bukan berarti tidak mungkin. Karena banyak yang sudah berhasil bahagia karena melalui jalan taubat ini. Apalagi setiap langkah-langkah kecil untuk meninggalkan dosa merupakan langkah-langkah besar menuju ketenangan jiwa.
Jika saat ini Allah masih memberi kita kesadaran berhijrah, meninggalkan perilaku dosa, maka hal itu merupakan anugerah Allah atas kita yang layak disyukuri. Ternyata hati kita masih terbuka tak terkunci. Tentu, kita sahuti, kita memanfaatkan momen ini, tidak menunda-nunda, tidak menunggu waktu yang belum tentu kita miliki. Inilah yang memvasilitasi lahirnya bahagia. Ya, bahagia saat kita berani meninggalkan dosa, dan memilih jembatan taubat, dan jalan taat. Kita meraih kemerdekaan sejati, karena terbebas dari belenggu dosa yang membebani, dan kita sedang menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Semoga Allah senantiasa membimbing hati kita, memberi kekuatan untuk meninggalkan dosa, dan menuntun langkah kita menuju ampunan dan ridha-Nya. Aamiin
Tags:
Muhasabah Harian Ke-3665