Bahagia Bisa Berbenah Diri

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Harian Ke-3664
Ahad, 3 Muharam 1447 H

Bahagia Bisa Berbenah Diri
Saudaraku, di antara bentuk kasih sayang Allah yang tak terhingga adalah, Dia selalu menyediakan kesempatan bagi kita untuk berbenah diri. Termasuk di dalamnya memanfaatkan momentum hijrah kali ini. Berbenah diri merupakan sebuah panggilan Ilahi untuk meninggalkan kesalahan, menyadari kekurangan, dan melangkah menuju kehidupan yang lebih baik. Maka, bahagia itu bukan hanya ketika kita dipuji atau saat hidup tampak sempurna di mata manusia, tapi bahagia yang sejati adalah ketika kita sadar atau disadarkan oleh Allah akan kelemahan dan kekurangan kita, dan diberi kesempatan untuk memperbaiki diri.

Seandainya pun kita berada dalam kubangan dosa, dalam lorong hitam kelalaian, atau terjebak dalam lingkaran kesalahan yang memalukan sekalipun  Allah tidak menutup pintu harapan. Sebaliknya, justru itulah saat yang paling tepat bagi kita untuk segera bangkit. Karena selama nafas masih berhembus, pintu taubat masih terbuka. Firman Allah SWT: "Katakanlah (wahai Nabi): Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sungguh, Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar: 53)

Perhatikanlah saudaraku, bahkan kepada mereka yang telah melampaui batas sekalipun, Allah tetap menyeru dengan panggilan yang penuh kasih: "Wahai hamba-hamba-Ku..." Inilah bukti cinta-Nya, bahwa kesalahan kita tak menghapus status kita sebagai hamba yang dicintai, selama kita mau kembali dan memperbaiki diri, berbenah agar menuai maslahah.

Sekali lagi momentum hijrah bukan sekadar berpindah tempat, tetapi berpindah hati, berpindah niat, dan berpindah perilaku. Dari kebiasaan buruk menuju kebiasaan baik. Dari kesombongan menuju ketawadhu'an. Dari kelalaian menuju kesadaran. Dan dari dosa menuju taubat yang tulus. Rasulullah ï·º bersabda: "Setiap anak Adam pasti pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang bertaubat." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim, shahih) Hadits ini adalah bukti bahwa kita tidak dituntut menjadi makhluk yang tanpa cela, tetapi dituntut menjadi manusia yang mau memperbaiki diri saat tergelincir.

Saudaraku, bahagia itu bukan saat kita merasa diri suci, tetapi saat kita disadarkan bahwa kita punya dosa, dan Allah masih memberi kita waktu, kekuatan, dan kesempatan untuk memperbaikinya.  Maka tidak elok menunda tabat, tidak perlu ragu, dan tetap waspada dengan tipudaya setan dan bisikan keputusasaan. Barangkali setiap kita punya sisi gelap, tapi selama kita mau hijrah, maka cahaya Allah selalu tersedia. Maka sepatunya kita manfaatkan bulan Muharam ini, sebagai titik balik untuk memperbaiki diri, menyucikan niat,
meluruskan langkah, dan memperbanyak amal shalih. Hijrah adalah jalan, taubat adalah jembatan, dan memperbaiki diri adalah tangga menuju ridha Ilahi. Di sanalah letak kebahagiaan yang hakiki.

Semoga kita semua termasuk hamba-hambaNya yang selalu diberi kesadaran,
dan kekuatan untuk berbenah diri, hingga kelak kembali kepadaNya dalam keadaan yang diridhai. Aamiin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama