Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Harian Ke-3530
Jumat, Ayyamul Bidh Puncak Hari-hari Putih ke-3, 15 Syakban 1446
Shalat Mencegah Tamak
Saudaraku, di samping mencegah fitnah memfitnah, kedzaliman, kesombongan, dusta, khianat, iri dengki, riya, malas dan frustasi, energi shalat seyogyanya juga mampu mencegah tamak bagi para pelakunya. Karena tamak termasuk ke dalam perbuatan keji dan mungkar (baca setidaknya merupakan sikap atau perbuatan yang bertentangan dengan norma dan akhlak Islam). Dan idealitasnya shalat mampu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar ini.
Tamak atau serakah merupakan kondisi batin seseorang yang mewujud dalam sikap yang berlebihan; ingin meraih, memiliki, dan menggunakan sesuatu seperti harta, tahta, kesempatan atau makanan. Oleh karena itu perasaannya selalu merasa tidak puas dan tidak puas dengan apa yang dimilikinya seraya mencari, mengumpulkan dan meraih lebih dan lebih banyak lagi, bahkan sering menabrak-nabrak aturan dan atika yang sudah terjaga.
Dalam tataran yang sedikit filosofis, tamak sejatinya merupakan sumber ketidakseimbangan dan yang merengkuhnya hanya orang-orang yang disharmoni alias timpang, karena lebih mementingkan terpenuhinya keinginan dirinya sendiri dan cenderung mengabaikan orang lain. Nah, shalat yang saban hari kita kerjakan amat menekankan dan memvasilitasi rasa syukur, keseimbangan dan kepedulian.
Bukankah shalat itu merupakan bukti rasa syukur hamba ke atas Allah Rabbuna? Ternyata, dalam kaifiyatnya, saat shalat ada posisi berdiri, rukuk, sujud dan duduk yang semua ini merupakan "bahasa terima kasih" atau "bahasa syukur", bukti pengabdian, ketundukan, takdhim, hormat dan penyembahan. Apalagi dan terutama ketika kita sujud. Sehingga kita mewarisi ajaran "sujud syukur". Dengan rasa syukur, maka tidak mungkin bercampur dengan tamak barang sedikit juapun.
Shalat itu sendiri juga menghendaki keseimbangan; Keseimbangan antara gerakan, ucapan dan penghayatannya, kesembangan dalam pemenuhan kebutuhan jasmani dan ruhaninya, keseimbangan dalam hablum minallah dan hablum minannasnya, keseimbangan dalam aspek individual dan sosialnya, keseimbangan meraih kebahagiannya baik di dunia maupun akhiratnya.
Dan coba bayangkan saat menuju ke tempat shalat, kita sudah bersuci dan mengenakan pakaian terbaik, mengenakan wewangian agar orang-orang di sekitar kita atau sesama jamaah menjadi nyaman, aman dan kondusif mengerjakan shalat tanpa diganggu oleh penampilan kita yang seronoh, atau ragam aroma tak sedap dari badan atau pakaian kita.
Saat menjadi imam, juga harus peduli pada keragaman jamaah sehingga tidak elok memanjang-manjangkan bacaan sehingga durasi shalatnya melampui kelaziman. Hal ini dilakukan agar jamaah merasa aman, nyaman dan senang serta bisa segera memenuhi hajat lainnya bila ada. Dengan demikian shalat mencegah tamak. Aamiin
Tags:
Muhasabah Harian Ke-3530