Seimbang: Tua & Muda?

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 25 Syakban 1444

Seimbang: Tua & Muda?
Saudaraku, hari berganti hari, bulan berganti kini sudah di jelang Ramadhan 1444, sehingga sering tak terasa yang dulu masih kecil, tetapi kini sudah bersiap berpuasa. Yang dulu remaja kini ketampanan dan kecantikannya semakin menyempurna. Begitu juga dulunya yang masih muda, kini beranjak "muda kedua" meski tak bisa dipungkiri semuanya perlahan berlangsung surut, susut dan keriput. Tetapi begitulah prinsip keseimbangan; ada saatnya datang tapi juga ada saatnya pergi; ada masa muda dan ada masa setelahnya.

Meski dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tua memiliki banyak makna sesuai konteks kalimatnya, tetapi tetap saja ia menunjukkan karaktetistik khasnya. Kalau "orang sudah tua" bermakna yang bersangkutan sudah banyak/lama hidup di dunia, sehingga juga disebut lanjut usia. Kalau pada "barang tua" berarti barang tersebut sudah banyak digunakan atau sudah ada pada waktu yang lampau; atau bahkan bermakna kuno. Dalam hal tertentu, ketika disebut barang-barang tua juga bermakna barang-barang bekas atau sudah tidak dipakai seperti juga besi tua. Ketika digunakan untuk "buah-buahan tua" berarti bersiap masak atau sampai waktunya untuk dipetik. Untuk air tua atau minyak tua bermakna sudah mendidih atau sudah masak benar (tentang air, minyak, dan sebagainya). Pada warna yang tua bermakna rada-rada gelap, kehitam-hitaman atau sangat pekat dan tidak cerah.Tetapi dalam konteks pengalaman tua bermakna pengalaman banyak dan ilmu pengetahuannya luas.

Nah kita bisa mengambil ibrah dari semua ragam makna tua dimaksud. Bukankah, secara alamiah, yang tua selalu lahir atau datang terlebih dahulu daripada yang muda, sehingga memiliki pengalaman hidup lebih lama, relatif lebih banyak. Seiring dengan berjalannya masa, maka yang muda mulai meneruskan peran dan atau menggantikan banyak hal yang tidak up to date lagi. Orang yang muda menyiratkan lebih energik, lebih kuat, lebih semangat, lebih bergairah, lebih berghirah untuk mengemban amanah kehidupan. Makanya lazim ada sumpah pemuda dan tidak ada sumpah tetua; ada ungkapan pemuda harapan bangsa dan tidak pada tetua; semangat muda dan jarang disebut semangat tua. Mengapa karena tua ibarat harinya sudah sore pertanda bahwa sebentar lagi sang surya akan tenggelam di telan malam.

Di samping itu secara substansi, penggunaan istilah usia senja juga untuk menyatakan sekaligus mengajarkan makna bahwa manusia khususnya orang-orang beriman idealnya seperti matahari yang senantiasa menyinari; eksistensinya di sini membawa misi Ilahi dan punya arti bagi penghuni bumi.

Ketika sudah menua, secara fisik lahiriyah, terjadi perubahan baik diri sendiri maupun pada setiap orang seusia kita atau bahkan yang sudah senior di atas kita. Pasti segalanya telah berubah; ketampanan, kecantikan dan kekuatan entah pergi ke mana; semua telah memudar bahkan mulai sirna; segala peran sudah mulai digantikan oleh generasi putra-putri anak cucu kita. Ketika segalanya telah renta, organ tubuh mulai uzur, uban kian bertabur, penglihatan menjadi lamur, gigi satu per satu pada gugur, pendengaran terasa kabur, jalannyapun sudah terhuyur-huyur. 

Meski ranah intelektualitas, sensitifitas dan spiritualitas kita harus tetap terjaga pada maqam ketinggian dan keridhaanNya, tetap saja dibatasi oleh usia. Suatu saat ketika ajal tiba unsur jasadiyah tentu merapat ke tanah di bumi ini dan kembali ke unsur semula, unsur air kembali cair, unsur tanah kembali menjadi tanah, maka aspek ruhaniah terus meningkat naik mengangkasa bersua dengan penciptaNya. Saat itu keluarga dan kerabat harus rela; ketika jiwa kembali ke asalNya. Inilah konsep Inna lillahi wa inna ilaih raji’un dalam iman kita.

Nah, kita hidup sampai sekarang ini atau bahkan sampai suatu saat kelak tentu merupakan karunia Allah sekaligus amanah. Dikatakan karunia karena sesempurna siklus hidup seorang hamba adalah lahir, menjadi bayi, lalu anak-anak, lalu remaja, masa muda, masa dewasa, dan masa tua. Betapa banyak yang sudah menghadap Allah sebelum masa tuanya. Jadi kita bersyukur masih dikaruniai hidup oleh Allah. 

Dikatakan amanah, karena masa tua sebagai masa yang tersedia adalah kesempatan terbaik untuk intensif mengabdi. Kita berikhtiar memanfaatkan masa untuk bertaubat; Bertaubat dari perilaku dosa dan maksiat maupun bertaubat dari perilaku cinta dunia. Dan memanfatkannya untuk mendulang pahala apalagi saat Ramadhan tiba.

Lazimnya usia tua tidak lagi disibukkan dengan beban kerja sebagamaina masa-masa sebelumnya, maka peluang untuk "mandito" atau melakukan taraqi kepada Rabbnya relatif lebih leluasa. Di samping itu, juga memaafkan dan memohon dimaafkan diri dan sesamanya. Sejatinya etika memaafkan dan memohon maaf bukan di masa tua saja, tetapi sejak kapan saja. Namun di masa tua kebutuhan dan keadaan tanpa beban semakin terasa, karena tidak akan berulang kesempatan yang tersedia. Semoga kita tetap bahagia. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama