Shalat Menghadap Kiblat

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 12 Rajab 1444

Shalat Menghadap Kiblat
Saudaraku, setelah niat dan berdiri, maka saat shalat kita harus menghadap ke kiblat, yakni ke Kakbah di Masjidil Haram. Dalam hal ini Allah berfirman yang artinya Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu.. (Qs. Al-Baqarah 144) 

Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan. Dan dari mana saja kamu berangkat, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kalian berada, maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya, agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kalian takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan supaya kalian mendapat petunjuk (Qs. Al-Baqarah 149-150)

Sebagai bayan ta'kid, Nabi Muhammad saw bersabda Bila kamu hendak mengerjakan shalat, hendaklah menyempurnakan wudhu kemudian menghadap kiblat lalu takbir " (HR Bukhari dan Muslim). 

Oleh para ulama menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat. Ketentuan menghadap kiblat sejatinya mengajarkan banyak hal. Di antaranya menjadi simbol penyatuan dan persatuan umat Islam, kesamaan orientasi dan tujuan hidup. Oleh karena itu sejatinya kiblat shalat itu tiga. Secara lahiriyah, badan kita menghadap ke Kakbah di Masjidil Haram, dan secara praktis, pandangan mata kita menghadap atau tertuju ke tempat sujud, serta hati kita menghadap sowan ke haribaan Allah ta'ala.

Bila menghadap kiblat menjadi syarat sahnya shalat, dan shalat merupakan kewajiban yang harus dikerjakan oleh setiap orang, maka sejatinya minimal lima kali sehari semalam seluruh umat Islam di atas bumi ini telah satu, bersatu atau dipersatukan arah, orientasi dan tujuan hidupnya, oleh syariat Islam. 

Arahnya sama-sama menghadap ke Masjidil Haram, orientasinya sama-sama menghadap dan mengharap ridha Allah, dan tujuan hidupnya sama-sama menuju, taqarrub, sowan dan bersatu dengan Allah ta'ala. Oleh karena itu bercerai-berai itu dilarang, haram hukumnya dan bisa menjadi tidak sah sosial kemasyarakatannya.

Coba bayangkan betapa indahnya!!! setidaknya lima kali dalam sehari semalan semua kita melakukan gerakan atau selebrasi yang sama, melakukan persamaan persepsi, menghadap pada Ilah, Tuhan sesembahan yang sama yakni Allah ta'ala, bahkan kita juga berharap yang sama yakni bahagia (memperoleh surga) di dunia dan di akhirat. 

Nah, bila sudah shalat tapi masih tidak akur sama sedulur; sudah shalat tapi masih kueh kepada sesamanya;  shalat iya tapi egois juga iya, maka musti shalat lebih serius lagi. Semoga kita dipersatukan oleh Allah dalam kelompok orang-orang yang memperoleh naunganNya. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama