Energi Cinta

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 6 Jumadil Akhir 1444

Energi Cinta
Saudaraku, seperti yang telah disampaikan dalam muhasabah yang baru lalu bahwa amal yang dikerjakan berulang-ulang secara istiqamah dapat melahirkan cinta dan akhlaq al-karimah. Nah, inilah mengapa tema muhasabah hari ini lontuan racik di bawah judul energi cinta. Betapa besar energinya. Karena cinta itu bersifat universal, bisa dirasakan oleh siapapun ia bahkan apapun jua, maka energinya juga universal dan luar biasa.

Sebagai energi yang luar biasa, cinta itu sendiri bisa saja merupakan sublimasi dari segala rasa, seperti rasa iba, rasa simpati, rasa kagum, rasa sayang, rasa memiliki, dari pertemuan, pertemanan, persahabatan,  dari rasa sayang, rasa memiliki, persahabatan dan ragam perasaan lainnya yang bisa jadi tidak lazim. Apapun itu, cinta tetaplah cinta, ia anugrah Allah yang layak disyukuri.

Bagaimana tidak! cinta sebagai energi positif yang dengannya memvasilitasi keasrian, keserasian, kerapian, keseimbangan, kesediaan berbagi bahkan berkurban, merasakan kenikmatan dan kebahagiaan.

Pertama, keasrian. Dengan atas nama cinta,  maka sesiapapun yang dilnda cinta ia akan berpenampilan indah, bertutur kata indah, berperilaku indah menjadi penciri yang tidak bisa dipungkiri. Mengapa masih ada orang atau kaum yang tampil acak-acakan, dendam, iri hati, kueh, berusaha merusak, menghancurkan bahkan perang memerangi satu sama lainnya? Yaitu, karena tidak ada cinta padanya. Ketika cinta tidak ada, maka tak indah lagi, tidak asri lagi.

Kedua, keserasian. Dengan atas nama cinta,  sesiapun ia akan memampukan dirinya untuk serasi, meski berbeda tapi saling melengkapi membentuk kesatuan yang padu.

Ketiga, keseimbangan. Dengan atas nama cinta,  sesiapun ia akan memampukan dirinya untuk seimbang, menyeimbangi dan memyeimbangkan satu dengan lainnya. Karena berdomalkan keseimbangan, bisa eksis, akseleratif, bergerak lues luas menyongsong mada depan.

Keempat, kesetiaan. Kesetiaan ini merupakan kondisi psikologis atau suasana hati untuk tetap bersikap dan berkomitmen berpegang teguh pada janji atau pendirian kuat pada kebenaran, meski bagaimanapun beratnya amanah cinta yang harus diemban dan ujian cinta yang mesti dihadapi. Inilah mengapa kesetiaan itu merupakan asas cinta yang dengannya bisa rela berkorban. Begitulah pentingnya setia dalam cinta, tentu cinta pada istri, suami, anak-anak, keluarga maupun apalagi kepada Allah Rabbuna.

Kelima, kesediaan berkorban. Berkorban sejatinya merujuk pada kondisi hati yang merefleksi pada kebersediaan sepenuhnya (baca ikhlas lillahi ta'ala) untuk menghibahkan apapun yang ada pada dirinya, meski menimbulkan kesusahpayahan atau bahkan "penderitaan" karenanya. Dan, memang pada umumnya, setiap orang yang mencintai sang kekasih akan bersedia berkorban apa saja (ya tenaga, waktu, jiwa dan kesadarannya) demi kebaikan yang dicintainya dan tentu kebaikan dirinya juga. 

Keenam, kebahagiaan. Mencintai dan dicintai dapat melahirkan rasa bahagia. Meski sulit dideskripsikan dan tidak ada ukuran, namun perasaan cinta dapat dirasakan membuat seseorang menjadi bahagia. Jadi cinta dan bahagia merupakan dua kata dalam satu makna yang saling terjalin berkelindan satu dengan lainnya. Maka hati yang diliputi cinta berarti bahagia.

Sesiapapun diri kita yang pernah merasakan jatuh cinta, pasti merasa bahagia, setidaknya pada saatnya. Rasa bahagia itu akan segera menyelinap di hati sanubari, lalu memengaruhi lati saat bertutur dan mewujud dalam keindahan pekerti sehari-hari. Nah, berarti untuk meraih bahagia itu sejatinya mudah, yang penting memiliki hati yang terbuka. Di sana ketika cinta bersemi, maka akan bahagia bahkan bisa mencapai klimaknya. Semoga kita mampu merengkuh cinta. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama