Muhasabah Ayyamul Bidh ke-2, 14 Rabiul Akhir 1444
"Cinta" Popularitas
Saudaraku, dalam muhasabah yang baru lalu kita telah diingatkan tentang keharusan berhati-hati bila menaruh rasa cinta pada dunia. Ya, tentu agar tidak kebablasan, agar tidak menjadi "gila" dunia. Nah di antara bagian daripadanya yang juga musti diwaspadai adalah "cinta" popularitas, semacam perasaan suka kalau dikenal dan suka terkenal. Mengapa? Ya...itu berpotensi sombong. Bila "cinta" popularitas saja musti diwaspadai apalagi bersikap nyleneh, nyentrik atau sikap yang bermuara pada "gila" popularitas.
Dalam praktiknya, menjadi yang unggul, menjadi petistis, menjadi perdana atau setidaknya memiliki kelebihan sehingga dikenali oleh khalayak merupakan dambaan manusia pada umumnya. Tentu semua ini ketika tercapai, mustinya tidak kemudian "gila" pujian, tetapi justru rendah hati dan mensyukuri. Ketika bisa berkontribusi positif terhadap suatu cita cinta bersama (keluarga, organisasi, institusi, bangsa, nefara,m agama), dengan mengikhlaskan karya dan amal, maka hati dan rasa syukur yang musti menjadi panglimanya.
Nah, tentu, dalam hal karya, amal, dan kebaikan, kalau tidak sekarang dikerjakan, lalu mau kapan lagi? tokh kesempatan belum tentu akan datang dua kali. Kalau tidak mulai dari diri sendiri, kepada siapa lagi kita berharap, tokh masing-masing pribadi akan menjadi dirinya sendiri.
Rasulullah Nabi Muhammad saw mengingatkan melalui sabda mulianya, tidaklah akan istiqamah iman seorang hamba sampai istiqamah hatinya, dan tidak akan istiqamah hatinya sampai istiqamah lisannya (H.R Ahmad). Dan tidak akan istiqamah lisannya sampai istiqamah perbuatannya. Allah berfirman, wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan (Qs. Al-Shaff 2 - 3).
Dengan demikian praktik baik harus segera dimulai. Mengapa? Di antaranya, praktik baik yang dapat dikukuhkan dalam kesehariannya, baik dalam kehidupan berkeluarga maupun berorganisasi atau bermasyarakat atau berbangsa bernergara dan berislam, menjadi penanda utama akan karakter dan bahkan dapat menjadi pethingan, suatu keunggulan akan kebaikan yang menjadi kekhasannya.
Praktik baik merupakan implementasi akumulatif dari ketrampilan, pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki, sehingga menjadi penanda akan keunggulannya. Dalam bahasa agama, praktik baik dinilai sebagai amal shalih. Dan amal shalih merupakan penanda utama akan ketakwaan seseorang. Allah berfirman, Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di ssi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu (QS. Al-Hujurat: 13).
Dengan demikian, praktik baik yang dikukuhkan harusnya dapat menjadi sarana untuk terus mendekatkan diri pada keridhaan Allah taala sekaligus sebagai pethingan atau keunggulannya
Secara praktis sosiologis, pethingan atau keunggulan atau kekhasan (baca juga spesialisasi) yang dimiliki oleh seseorang atau institusi tertentu selalu saja menawarkan adanya nilai jual yang kompetitif. Mengapa memilih dan mengangkat seseorang yang ini bukan yang lain untuk suatu urusan tertentu, mengapa membeli yang ini bukan yang itu, mengapa banyak pihak memilih institusi pendidikan yang ini, bukan yang lainnya di antaranya karena memiliki nilai jual dimaksud.
Di sinilah di antara alasannya, mengapa Islam menuntut umatnya untuk terus beramal, berikhtiar, bekerja dan berlomba dalam kebaikan; berlomba untuk beramal shalih, berlomba dalam memenuhi kriteria-kriteria yang berkeadaban, dst. Dari upaya ini diharapkan dapat melahirkan rangkaian capaian prestasi sekaligus prestise sesorang atau institusinya. Secara otomatis menjadi dikenal stsu bahkan terkenal.
Secara teologis normatif, tuntutan berlomba menjadi yang terbaik dalam kebaikan di samping disebut dalam Qs. Al-Baqarah 148 juga Al-Maidah 48. Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Qur"an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, [Qs. Al-Maidah 48]
Sekarang, potensi apa, bahkan nilai kebaikan apa yang ada pada diri kita, dan keunggulan khas apa yang dapat ditawarkan sehingga menjadi dikenali atau terkenal secara positif adalah bergantung pada doa, ikhtiar dan garisan tangan masing-masing orang. Semoga kita dianugrahi hati yang istiqamah untuk terus berlomba dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah ta'ala. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian