Cinta itu Unik

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 18 Rabiul Akhir 1444

Cinta itu Unik
Saudaraku, seperti sudah lazim diingatkan bahwa cinta bagi manusia merupakan anugrah Allah yang amat berharga. Ketika cinta itu bersemi, maka ia akan menampungi segala perasaan yang kemudian akan terikat kuat sehingga cenderung ingin selalu menyebut, bersama, berkorban, ingin menolong dan mau mengikuti apapun keinginan yang dicintainya. 

Begitulah kira-kira ilustrasi cinta. Dan tentu, karena muara cinta pada Allah ta'ala, maka cenderung mempribadi, unik dan sejatinya tak terbagi. Pemahanan dan perwujudannya juga sangat subjektif; bergantung pada penghayatan dan pengalaman Islam yang dialaminya masing-masing orang. 

Mengapa cinta (pada Allah) itu tak terbagi? Ya inilah cinta sejati sebagai cinta sepenuh jiwa raga; cinta yang musti dirasakan dan dilakukan sepenuhnya, tidak boleh dikurangi apalagi dibagi. Dalam banyak tempat di dalam al-Qur’an, Allah melarang keras menyekutukanNya. Di antaranya artinya Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun.(QS. Al-Nisaa’ 36 ). Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendakiNya.”( QS. Al-Nisaa’ 48 ).

“..bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah…” (QS. Ali ‘Imran 64 ). Sesungguhnya yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka.( QS. Al-Maidah 72)

Berdasarkan normativitas di atas di antaranya dipahami bahwa cinta kepada Allah tidak boleh dikurangi (-), dibagi (:) tidak boleh diduakan atau disyarikatkan dengan lainNya. Cinta kepada Allah harus sepenuhnya, sehingga Allah juga mencintai kita sepenuhnya. Kesempurnaan cinta ini mewujud dalam totalitas kepribadian hamba-hambaNya, sehingga kesadaran diri dan seluruh aktivitas hidupnya hanya semata-mata untuk meraih keridhaanNya. 

Kecintaan kita kepada orangtua karena telah melahirkan, mendidik, dan membesarkan; atau kecintaannya pada isteri/suami karena telah saling asah asih asuh dalam biduk rumah tangga; atau kecintaan kepada anak karena telah menjadi qurrata akyun (penyejuk mata); atau bahkan kecintaan kepada harta dan tahta mestinya dalam rangka mencintai Allah, sehingga semua ini dapat memfasiltasi berbuat kebaikan, dan memaksimalkan pengabdian kepadaNya jua. 

Dengan mengambil ibrah cinta pada Allah yang unik dan tak terbagi sebagaimana ilustrasi di atas, maka sejatinya juga demikian halnya cinta kita pada istri/suami. Ketika sudah dikaruniai anak, maka curahan cinta kita juga tumpah ke anak. Tetapi uniknya tanpa mengurangi cinta kita pada istri/suami, justru malah semakin kuat rasa cinta itu. Inilah mengapa cinta musti disyukuri. Semoga kita menjadi hamba-hambaNya yang pandai mensyukuri. Aamiin ya Mujib al-Sailin



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama