Cinta itu Suci

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 19 Rabiul Akhir 1444

Cinta itu Suci
Saudaraku, dalam serangkaian muhasabah cinta bulan ini, rasanya sudah lebih dari cukup untuk lontuan menyimpulkan bahwa cinta itu suci. Ya, di samping unik, satu dan tak terbagi, cinta itu suci, apalagi cinta kita pada Allah ta'ala. Karena cinta itu suci, maka sayang bila dikotori.

Lalu, apa pasal bahwa cinta itu suci. Sebagaimana telah disampaiakan dalam muhasabah yang baru lalu bahwa cinta itu anugrah Allah, cinta itu tidak dibuat-buat, menyembul dari lubuk hati yang paling dalam memengaruhi seluruh kesadaran seseorang sehingga bersama seiya sekata meraih bahagia. 

Di antara indikator bahwa cinta yang ada pada diri kita itu suci adalah pertama, harusnya semakin menyadari dan mengenali jati diri kita sendiri kemudian tetap berikhtiar untuk bisa menjadi diri sendiri. Ya kita musti menyadari sekaligus mengenali jati diri kita sendiri. Kemudian tetap menjadi diri sendiri tanpa harus memaksa diri untuk mengada-ada, demi pencitraan, apalagi semua ini hanya untuk mengelabui.

Cinta kita pada Allah juga seperti itu. Artinya apabila cinta kita pada Allah itu suci, maka idealnya kita sepenuhnya menyadari dan mengenali diri bahwa kita adalah makhluk ciptaanNya yang dianugrahi tugas mengemban amanah mengabdi kepadaNya dan menjadi khalifah di atas muka bumi ini. 

Ya, sebagai hamba atau abdullah, hamba Allah tetaplah sebagai hamba atau abdi, tidak etis berpura-pura atau memakai topeng-topeng kebohongan apa saja, apalagi sok berkuasa bagai majikan (baca Tuhan Tuhan kecil), meski sekecil apapun jua, seperti sering berlalu pongah, serakah, mau menang sendiri atau mendahului takdirNya.

Kedua, kesucian cinta menuntut komitmen pada ketaatan dan konsistensi untuk membersamai selama-lamanya. Ketaatan tanpa didasari oleh cinta, ia tidak akan abadi, karena biasanya hanya ensidental dan sporadia. 

Keinginan bersama begitu kuat dan ketika sudah bersamanya, maka kedamaian dan ketentraman begitu menyelimuti hati. Apalagi pada waktu-waktu spesial (quality time, mustajabah), sehingga seluruh kesadaran hamba larut dalam keridhan Sang Kekasih.

Ketiga, dengan berbekal cinta, maka akan senantiasa berikhtiar melakukan perbaikan diri sehingga membuat ridha dari yang dicintainya. Inilah mengapa ketika menjalin cinta dengan jodohnya dan berkeluarga itu sejatinya dalam rangka menyempurnakan keislamannya. Jadi kalau sudah berumah tangga, maka masing-masing diri akan menjadi lebih baik.

Demikian juga halnya cintanya pada Allah ta'ala sehingga hari demi hari seorang hamba akan menhadi semakin baik, semakin taat, dan semakin dekat dan menyatu pada keridhaanNya.

Keempat, merasa damai. Dengan kebersamaan dengan yang dicintai, maka kedamaian dan ketentraman hati begitu dirasakan. Dan kondisi ini memengaruhi seluruh waktu yang tersedia dalam hidupnya. Semoga kita dianugrahi cinta yang suci. Aamiin ya Mujib al-Sailin


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama