"Cinta" Harta

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 11 Rabiul Akhir 1444

"Cinta" Harta
Saudaraku,  adalah sunnatullah memang, bahwa setiap manusia menyukai harta benda. Karenanya juga bila kemudian harta benda menjadi mempesona. Nah, bagaimana Islam memberi tuntunan pada umatnya agar "kecintaannya" pada harta tidak salah kaprah, apalagi kebablasan? Untuk ini izinkah halaqah muhasabah mengulangkaji kembali tentang ini.

Bila kita baca kamus besar bahasa Indonesia, maka disebutkan bahwa harta adalah barang (termasuk uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan dan milik seseorang atau kelompok; kekayaan berwujud maupun tidak berwujud yang bernilai dan yang menurut hukum dimiliki. Dalam praktiknya mewujud dalam seluruh aset kehidupannya, seperti perhiasan, sandang papan pangan, kendaraan, hewan piaraan, sawah ladang, uang, tabungan, deposito, saham, hak cipta dan seterusnya. Inilah fasilitas hidup yang disediakan Allah atas hamba-hambaNua yang diridhai.

Benar memang, dalam normativitas Islam, juga dinyatakan bahwa Allah menghadirkan rasa senang pada setiap diri manusia terhadap harta, dalam segala rupa bentuknya. Allah berfirman yang artinya, “Dijadikan indah dalam pandangan manusia, kecintaan terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik” (Qs. Ali Imran 14).

Dakam praktik kehidupan ini, coba perhatikan realitas kesenangan manusia terhadap harta benda, benar-benar tidak bisa disembunyikan dalam setiap perilakunya, meskipun sejatinya mengetahui bahwa saat lahir dulunya maupun saat meninggal dunia nantinya harya tidak dibawa serta. Makanya di ujung ayat tersebut di atas, kita diwanti-wanti bahwa keridhaan di sisi Allah merupakan muara kebaikan atas semua karunia termasuk harta yang ada pada manusia. Maka mari terus mencari, mendapatkan dan memperbanyak harta untuk menggapai keridhaanNya.

Secara tersirat, Islam menyukai umatnya menjadi kaya raya, sehingga bisa memaksimalkan pengabdian kepada Rabbnya dengan harta kekayaannya. Dengan hartanya bisa memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan yang layak dan bermartabat, dapat menunaikan rukun Islam dengan sempurna, umrah, naik haji ke tanah suci, mengeluarkan zakat sedekah infak dan wakaf, menyantuni sesamanya, membangun masjid atsu gedung-gedung yang megah, menyediakan beasiswa, memiliki sanpras yang memadahi lainnya. 

Inilah agaknya saking besar cinta kasihNya kepada hamba-hambaNya, sehingga Allah menegaskan bahwa katakanlah: “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Rabb mereka ada Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (QS. Ali Imran 15) yang dengan harta kekayaannya mampu memaksimalkan pengabdian kepadaNya..

Sembari dengan itu Allah juga mengingatkan kita melalui firmanNya yang artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS al-Munafiqun  9)

Dengan demikian kita dituntun agar tidak terlena dengan harta, tidak disibukkan dengan harta dari mengingat Allah ta''ala. Harta itu tenlmpelan karena secara lahiriah setiap manusia lahir tidak membawa harta apa-apa, tetapi secara substantif membawa fitrah kesucian, ketakberdosaan, dan potensi kebertauhidan. Oleh karenanya untuk menyempurnakan kefitrahannya, lalu Allah menganugrahi potensi fisik, akal, dan hati.

Saat lahir, lazimnya seorang bayi langsung diselimuti dengan kain lembut oleh bidan atau keluarganya, dan suatu saat kelak ketika wafat juga akan diselimuti dengan kain kafan penuh kelembutan oleh keluarga dan handai tolannya sebelum dimasukkan ke liang lahat kuburannya.

Saat lahir tidak ada satupun di antara manusia yang membawa emas perak permata atau harta benda lainnya. Benar-benar hanya dengan karuniaNya, di antara kita ada yang dilahirkan oleh ibu dari keluarga bangsawan, keturunan ningrat atau pejabat atau konglomerat sehingga hidup nantinya bergelimang harta benda dan kesenangannya. Tetapi banyak orang yang meskipun dilahirkan dari keluarga yang biasa-biasa atau bahkan miskin papa, tetapi karena mensyukuri karunia fisik, akal, dan hatinya, hidupnya juga tidak akan kurang suatu apa, bahkan berlebih karena dicukupkan oleh Allah taala.

Untuk itu, penting bagi kita diingatkan agar "kecintaan" terhadap harta tidak membawa bahaya, dan tetap dalam keridhaanNya. Pertama, meyakini sepenuh hati bahwa harta merupakan anugrah sekaligus amanah Allah swt yang dititipkan sementara kepada hamba-hambaNya yang dihendaki saja. Dengan keyakinan yang lurus ini akan memengaruhi niat lurus dan ikhlas saat mencari harta.

Kedua, berikhtiar, bekerja dan berusaha bekerja dengan keras, cerdas, ikhlas dan tuntas dalam berbagai-bagai sektor kehidupan, baik bertani ke sawah, ladang, laut, hutan, berniaga di pasar, bekerja di kantor atau di mana saja yang disertai doa. Semua ini merupakan sarana dan wasilah untuk menjemput perkenan dan keridhaan Allah taala sehingga kita dianugrahi harta benda dan dipercaya untuk mengelolanya sementara. Oleh karenanya meski sawah ladangnya sama, jaring pukatnya serupa, barang dagangannya sama, posisi di kantor sama, namun tetap saja penghasilan dan rezekinya berbeda-beda. Ada yang dititipi harta melimpah, ada yang menengah, ada yang biasa-biasa, tetapi juga ada yang miskin papa.

Ketiga,  memperbanyak lafald syukur. Alhamdulillah diwarisi tanah kebun rumah emas perak permata kendaraan, perusahaan, bahkan pekerjaan. Alhamdulillah dititipi harta dan rezeki meski tidak berlebih tetapi memadahi dan cukup. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah ... dan seterusnya.

Keempat,  membelanjakannya hanya di jalan Allah saja. Sebagaimana disadari bahwa harta adalah titipan, ia amanah dan hanya orang-orang terpilih saja yang terus diamanahi dan terus ditambahi hartanya, maka harus didistribusikan dan dihibahkan sepenuhnya untuk kemaslahatan baik diri dan keluarganya, sesamanya, dan agamanya. Semoga kita termasuk hamba-hambaNya yang amanah dengan harta kita. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama