Muhasabah 9 Rabiul Akhir 1444
Cinta Pekerjaan
Saudaraku, dalam menjalani kehidupan di dunia ini, manusia lazimnya berikhtiar memenuhi kebutuhannya dengam beragam cara, seperti bercocok tanam atau bertani, berternak, melaut, berkantor, dan berniaga juga penyediaan layanan jasa tertentu (jasa melayani, jasa menyediakan, jasa memimpin/mengelola, jasa mengajar dan mendidik, jasa konsultasi, jasa mengadvokasi, jasa mengobati, jasa tranportasi, jasa menghubungkan) dan seterusnya.
Intinya dengan ragam ikhtiar tersebut manusia mendapat rezeki karunia Allah yang dalam kesehariannya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Karenanya bisa dimengerti bila dikatakan bahwa bekerja merupakan tuntutan fitrah sehingga menjadi di antara identitas hidupnya manusia.
Islam menuntun umatnya agar bekerja apa saja, yang penting halal dan baik, dengannya menjadi sarana untuk memperoleh rezeki yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Inilah mengapa, Islam menilai bahwa bekerja itu ibadah. Bekerja tidak semata-mata untuk mendapatkan penghasilan tetapi juga menjadi salah satu bentuk atau cara menjalankan perintah Allah. Karena, bekerja dalam Islam adalah aktivitas yang bernilai ibadah.
Allah berfirman yang artinya Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS Al-Taubah: 105).
Dalam konteks pekerjaan, Nabi ketika ditanya, Wahai Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?” Nabi kemudian bersabda, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi)” (HR.Ahmad)
Karena fitrah dan bernilai ibadah mustinya pekerjaan itu ditekuni bahkan dicintai. Jadi mencintai pekerjaan juga bagian dari fitrah dan bernilai ibadah. Bagaimana tidak! Pertama, saat memilih suatu pekerjaan sudah memasang niat yang baik dan lurus, yakni menjalankan perintah Allah untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Bila tidak memilih, maka ridha atas pekerjaan yang Allah tetapkan baginya. Inilah garisan tangan masing-masing orang berbeda-beda.
Kedua, setiap saat hendak memulai bekerja kitapun dituntun membaca doa, setidaknya dengan basmalah yaitu bismillahirrahmanirrahim seraya menyandarkan niatnya pada Allah yang maha pengasih dan penyayang.
Ketiga, bekerja dengan ghirah dan gairah beribadah sehingga berkah dunia akhirat. Dengan ghirah dan gairah inilah bekerja dilakukan dengan senang hati tanpa paksaan. Bahkan rela berkorban menggeluti pekerjaannya, indikasinya datang lebih awal dan pulang lebih akhir. Tidak sebaliknya, indikasi tidak suka pekerjaan adalah datangnya telat-telat tapi pulangnya selalu cepat, pas dicari pagi ia belum juga datang, dan dicari siang hari eh ianya sudah pulang.
Kermpat, bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing secara bertanggungjawab. Bekerja dengan penuh dedikasi, dengan memberikan apapun yang terbaik bagi pekerjaannya.
Kelima, ketika selesai membaca hamdalah, alhamdulillahi rabbil 'alamin seraya mensyukuri karunia Allah ta'ala. Bersyukur, karena dengan bekerja bermakna berusaha. Bekerja nerupakan identitas kehidupan manusia. Apalah makna hidup ini bila hanya untuk tidur, makan dan beranak pinak. Bukankah persis seperti yang berkaki empat, bahkan bisa lebih rendah lagi (baca 7;179). Maka hidup ya bekerja; ya bekerja yang lillahi ta'ala; agar tumbuh rasa cinta. Semoga Allah mencintai kerja kita. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian