Muhasabah 10 Rabiul Awal 1444
Cinta Rasul
Saudaraku, halaqah muhasabah akhir-akhir ini telah mengingatkan kita tentang cinta pada Allah dan ragam pembuktiannya, maka untuk melengkapi rasa cinta itu, forum muhasabah hari ini mengulang kaji tentang cinta rasul. Untuk ini, bukankah, dalam praktik keseharian, kita sering sekali diingatkan tentang tuntutan etik untuk mencintai rasul? Ya mencintai rasul sebagai satu kesatuan dalam mencintai Allah. Dalam konteks ini secara normatif terdapat banyak disebut baik al-Qur'an maupun hadits.
Allah berfirman yang artinya Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni disa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (Q.S. Ali-Imran 31)
Tentu, kecintaan pada Allah dan rasul menjadi muara segala rasa cinta. Allah berfirman yang artinya: Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(Qs. al-Taubah 24)
Ketika kecintaan pada Allah dan rasul dapat terpatri pada hati, menyembul dalam praktik perilaku sehari-hari, maka dijanjikan bahwa kita akan merasakan manisnya iman. Dalam sebuah riwayat, Dari Anas bin Malik dari Nabi saw, beliau bersabda: "Tiga (perkara) yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Dan siapa yang bila mencintai seseorang, dia tidak mencintai orang itu kecuali karena Allah azza wajalla. Dan siapa yang benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka". (HR. Bukhari) [No. 21 Fathul Bari] Shahih.
Nah sudah barang tentu, cinta rasul juga menuntut pembuktian. Pembuktian cinta kepada Rasulullah dapat dilakukan sejak menyampaikan selawat ke atasnya hingga meneladaninya.
Bahkan tentang selawat ke atas Nabi, Allah berfirman yang artinya Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Qs. Al-Ahzab 56)
Berselawat ke atas Nabi Muhammad saw yang kita dilakukan merupakan bukti ketaatan kita kepada Allah dan rasulNya. Oleh karenanya dengan memperbanyak selawat ke atas Nabi merupakan wujud bahwa keimanannya dalam kondisi baik. Dan memperbanyak berselawat akan semakin meneguhkan keimanan pada Allah dan rasulNya.
Dalam sebuah riwayat, dsri Abdullah bin Amr bin Ash, Rasulullah saw bersabda, Jika kalian mendengar adzan, maka jawablah seperti apa yang dilantunkan muadzin, lalu bacalah selawatlah untukku, karena barangsiapa yang berselawat untukku, maka Allah akan berselawat untuknya sepuluh kali. Kemudian mintakanlah kepada Allah untukku al-wasilah, karena dia adalah satu kedudukan di surga yang tidak sepatutnya, kecuali untuk seorang hamba Allah; dan aku berharap, (bahwa) akulah ia. Barangsiapa yang memohonkan untukku al-wasilah, maka akan mendapat syafaatku.” (HR. Muslim)
Rasulullah bersabda: “Setiap Nabi mempunyai doa yang mustajabah, maka setiap Nabi doanya dikabulkan segera, sedangkan saya menyimpan doaku untuk memberikan syafaat kepada umatku di hari kiamat. Syafaat itu insya Allah diperoleh umatku yang meninggal tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun”.(Hr. Muslim)
Di samping berselawat, bukti mencintai Rasulullah adalah menjadikannya sebagai uswayun hasabah, suri teladan. Dalam hal ini Allah berfirman yang artinya Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi orang yang menghendaki Allah dan hari akhir". (QS. Al-Ahzab 21)
Bagaimana kita bisa meneladani Nabi? Ya, tentu kita musti belajar, mempelajari shirah atau sejarah kehidupannya. Seiring dengan ilmu dan pengetahuan yang terus diasah dan ditambah, maka kita akan mengetahui betapa Rasulullah memberikan contoh suri teladan bagaimana kita menjalani hidup di dunia ini, sehingga beroleh bahagia di dinia dan di akhirat nanti.
Seberapa besar kita meneladani, biarlah menjadi agenda kehidupan masing-masing diri kita. Hal yang paling penting kita dapat terus berproses meneladaninya. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian