Cinta Diri

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 1 Rabiul Tsani 1444

Cinta Diri
Saudaraku, di awal bulan Rabiul Tsani ini halaqah muhasabah izinkan masih akan melanjutkan ulasan tentang cinta dan semoga masih dalam rangka cinta sunah dan cinta Allah. Tema pertama muhasabah bulan ini adalah cinta diri (self love). 

Dalam iman Islam, cinta terhadap diri juga merupakan bagian dari akhlaq al-karimah, di samping cinta terhadap Allah dan rasulNya, cinta terhadap sesama, dan cinta terhadap alam semesta. 

Ya, kita meyakini bahwa cinta itu anugrah; cinta itu hikmah; cinta itu lazimnya bermula pada makrifah atau pengetahuan tentang obyek yang dicinta. Maka kemudian terdapat ungkapan yang lazim kita dengar bahwa 'sesiapa yang tak kenal maka tak sayang tak cinta'. Jadi sesiapa tak kenal dirinya, maka tak akan ada cinta padanya. Dan lebih jauh lagi, sesiapa tak kenal akan dirinya, maka tak mungkin mengenal Rabbnya. Karena hanya orang-orang yang mampu mengenali dirinyalah yang akan mampu mengenali Rabbnya. Ini artinya, hanya orang-orang yang mampu mencintai dirinyalah yang bisa mencintai Allah Rabbnya.

Nah begitulah alasan pentingnya kita mencintai diri sendiri. Bila sudah cinta diri, cinta Allah dipastikan jiwa dan hatinya selamat (qalbun salim) tak ada kerisauan, senantiasa membahagia, ridha, qanaah atas segala ketetapan jalan hidupnya. Bahkan karena jiwa dan hatinya selamat sejahtera, maka ia akan menjadi energi positif yang memengaruhi bukan saja kesehatan mentalnya tetapi juga kesehatan fisik lahiriyahnya. 

Dengan demikian orang-orang yang cinta terhadap diri sendiri secara praktis akan, pertama menjaga kesehatan dan kebugaran fisiknya. Di antaranya dapat dilakukan dengan berolah raga dan mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, baik dan tidak berlebih-lebihan. Sembari menghindari hal-hal yang kontra akhlaq al-karimah seperti merusak diri, meminum minunan keras, merokok, nyandu, mengonsumsi zat-zat adiktif, bunuh diri dan atau  menelantarkan diri.

Kedua, memberdayakan potensi berpikir dengan olah pikir.  Di sini setidaknya kita belajar mengenal diri sendiri, berkomunikasi, menerima keadaan diri sendiri dan berdamai dengan diri sendiri. Dari ikhtiar ini idealnya kita menemukan jawaban tentang siapa saya, untuk apa dilahirkan dan hidup di dunia ini, mau ke mana setelah tidak hidup di dunia ini lagi.

Ketiga, memberdayakan potensi emosi agar cerdas merasa. Sadar diri ini siapa menjadi kunci bahagia, apa kelemahan dan kemampuan yang ada tanpa harus membanding-mbandingkan dengan orang lain agar tetap qanaah. Di samping itu tentu, tetap musti optimis dalam menjalani hidup, bahkan menatap masa depan lebih gemilang.

Keempat, memberdayakan potensi hati dengan olah hati melalui pemenuhan akan kebutuhannya. Termasuk di sini pemenuhan pelaksanaan arkanul iman dan pelaksanaan arkanul islam dan berakhlaq al-karimah

Dengan demikian beriman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir dan qadha qadar itu merupakan bukti bahwa kita cinta diri sendiri.

Berislam, mengikrarkan dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat, berpuasa, berzakat, berhaji, berdzikir, tilawah Qur'an, bersedekah, dalam kondisi suci punya air wudhu juga merupakan bukti bahwa kita cinta diri sendiri.

Berakhlaq al-karimah seperti fathanah, amanah, shidiq, tabligh, sabar, taubat, 'iffah, ridha, qanaah, istiqamah, ikhlas, ikhtiar, tawakkal, rajin, disiplin dan  menjauhi akhlaq madmumah seperti sombong, riya, sum'ah, hasad, malas, jorok juga merupakan bukti bahwa kita cinta diri sendiri.

Berolah pikir, belajar, kuliah, bersekolah, meudagang, baca buku, menulis juga merupakan bukti bahwa kita cinta diri sendiri. Begitu juga halnya berolah raga, mengonsumsi makanan minunan yang halal, bergizi dan baik serta tidak boros, tidak ngrokok, moh limo (tidak mau main judi, tidak mau minum yang memabukkan, tidak maling, tidak madat, tidak madon berzina) juga merupakan bukti bahwa kita cinta diri sendiri. Semoga kita semakin cinta terhadap diri sendiri. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama