Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Sunah Puasa di Hari Putih Ke-1, 13 Muharam 1444
Alarm Harmonisasi
Saudaraku, saat menjalani hidup dalam kehidupan di dunia ini, pada umumnya kita mengemban peran ganda. Karena bisa saja di antara kita kini sudah menjadi orangtua dari anak-anak, tetapi juga sebagai bagian dari anggota masyarakat. Dan bahkan ada juga di antara kita yang mengemban amanah di sekolah atau madrasah atau dayah.
Tegasnya lontuan hari ini bermaksud membunyikan alarm harmonisasi antara institusi pendidikan informal keluarga, nonformal masyarakat dan formal sekolah/madrasah. Ketiganya musti menjadi satu kesatuan sistemik dalam menyediakan suasana yang shalih dan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembangnya seluruh sivitas warga yang diayominya. Kini saatnya hijrah menuju harmonisasi tri pusat lembaga pendidikan. Orangtua, tokoh masyarakat dan guru/dosen musti bersinergi membangun anak negeri.
Karena sebagai satu kesatuan, maka harus saling bersinergi, bekerjasama, dan tidak boleh saling melimpahkan tanggungjawab apalagi saling menyalahkan satu dengan lainnya. Bila ada masalah rendahnya kualitas pendidikan utamanya karakter, maka ketiga-tiganya musti bersama-sama mencari solusinya, bukan saling menyalahkan.
Peran keluarga. Institusi pendidikan informal yang bertumpu pada keluarga adalah madrasat al-ula, sekolah pertama dan utama bagi anggotanya. Ketika sudah dikaruniai anak, maka seorang ayah dan seorang ibu nyalah yang harus mengemban peran sebagai pendidik kodrati bagi diri dan anaknya. Peran dan tanggungjawab ini tidak bisa dialihkan atau ditelantarkan sama sekali, bila ingin melahirkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Untuk ini sepertinya sudah harus ada regulasi kelayakan akreditasi tersertifikasi para calon pasutri (pasangan suami istri). Kata-kata "kemampuan" memberi nafkah lahir batin juga harus benar-benar menjangkau alasan kemampuan edukasi.
Tapi kadang praktik di negeri ini aneh, pasutri yang memiliki kemampuan edukasi yang ditandai dengan strata pendidikannya yang berbilang sehingga berpenghidupan menengah ke atas justru memiliki anak sedikit satu atau dua. Sementara realitas yang ada justru orang-orang menengah ke bawah bahkan yang tak berpendidikan yang memiliki anak banyak, padahal kemampuan edukasi dan ekonomi juga rendah. Kalau seperti ini, bukankan melipatgandakan masalah?
Peran Masyarakat. Institusi pendidikan nonformal yang bertumpu pada sosio kultur masyarakat. Sebagaimana lazimnya, seseorang juga anak di samping memperoleh pendidikan informal juga bersosialisasi dan berinteraksi dengan sosio kultural yang mengitarinya. Di sinilah letak pentingnya norma-norma sosial dan agama. Meski tidak tertulis sekalipun, masyarakat yang berperadaban dan berkemajuan memiliki norma sebagaimana tatatan kehidupan yang mengikat. Artinya seluruh warga wajib mengetahui dan menaati tatanan yang sudah melembaga.
Tatanan ini begitu kompleks mengatur dan menjamin terciptanya masyarakat utama yang terikat pada nilai-nilai transenden, tetapi juga tetap saling asih asah dan asuh dalam kebaikan dan kesabaran.
Bagi warga yang menaati tatanan yang sudah melembaga dalam masyarakat mungkin akan tetap dalam kenyamanannya. Tetapi sebaliknya bisa dibayangkan bagaimana kejadiannya bila norma-norma yang sudah melembaga itu dilanggar atau diabaikan. Hukum sosial dengan sendirinya akan dituai bagi yang abai dan melanggar.
Sejatinya yang berbahaya itu bukan saja kejahatan - apalagi teroganisir - dan orang-orang yang melakukannya, tetapi juga tidak adanya pranata amar makruf nahi munkar. Jadi maraknya kejahatan, kenakalan remaja juga kelemahan kualitas bisa jadi juga disebabkan oleh kelangkaan orang-orang yang menegur, melarang berbuat jahat dan orang-orang yang mengajak pada yang makruf.
Peran institusi pendidikan formal yang bertumpu sekolah/madrasah atau dayah. Nah, tentu setiap keluarga tidak semua memiliki kemampuan mendidik anak-anaknya pada keahlian tertentu, dengan berbagai latar keterbatasannya. Maka wajar bila kemudian orangtua mengantarkan anak-anaknya ke institusi formal yang lazimnya diinisiasi oleh penerintah atau swasta. Di sini anak-anak akan dididik untuk memiliki keahlian atsu soesialisasi tertentu. Tetapi buru-buru harus diberi penegasan bahwa praktik ini bukan sama sekali mengalihkan tanggungjawab atas pendidikan anaknya.
Di institusi formal lazimnya tersedia tenaga-tenaga yang berkompeten dan para pendidik professional yang expert pada bidangnya masing masing.
Meski memiliki peran yang berbeda-beda, namun ketiga pranata pendidikan yang ada wajib bekerjasama saling mengisi, saling melengkapi dan saling menguatkan satu atas lainnya. Pranata seperti komite sekolah dan sejenisnya menhafi penting. Intensitas relasi dan interaksi antar ketiga institusi musti selalu berorientasi pada pembangunan anak negeri, sehingga menjadi generasi Qur'ani. Aamiin ya Mujib al-Sailin
Tags:
Muhasabah Harian