Keberkahan Puasa Syakban

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 1 Syakban 1443

Keberkahan Puasa Syakban
Saudaraku, alhamdulillah oleh Allah kita sudah dipertemukan lagi dengan bulan Syakban 1443. Artinya hanya empat pekan lagi sudah Ramadhan. Oleh karenanya Syakban dapat diberdayakan sebagai bulan untuk mempersiapkan diri menyambut datangnya bulan suci. Di antaranya Nabi memberi contoh dengan memperbanyak berpuasa di dalamnya.

Bila dalam penunaian ibadah shalat fardhu yang lima terdapat shalat sunah qabliyah atau rawatib yang mengiringi shalat wajib, maka begitulah puasa Syakban atas puasa Ramadhan. Ya puasa Syakban menjadi "rawatib" yang mengiringi atas puasa Ramadhan. Oleh karena itu puasa Syakban merupakan sunah dan  puasa Ramadhan merupakan fardhu bagi setiap insan yang beriman. Apalagi di dalamnya terdapat nisfu Syakban (15 Syakban) yang berketepatan salah satu di antara puasa sunah ayyamul bidh (13, 14 dan 15 Syakban). Seandainya dapat berpuasa niscaya kita memperoleh keberkahan di antara puasa Syakban, ayyamul bidh, dan senin kamis. Insyaallah.

Berapa hari puasa sunah Syakban? Ya, tentu sejumlah hari dalam bulan Syakban 29 atau 30 hari. Adapun  landasan normatif teologisnya adalah riwayat dari Aisyah ra, beliau mengatakan,
يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
“Terkadang Nabi saw puasa beberapa hari sampai kami katakan, ‘Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi saw berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika Syaban.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)  

Dalam riwayat lain, Aisyah juga mengisahkan tentang aktivitas Rasulullah saw selama Syaban:
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ “
Belum pernah Nabi saw berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Syaban. Terkadang hampir beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh.” (HR  Al Bukhari dan Muslim)

Aisyah juga mengisahkan tentang aktivitas Rasulullah saw selama Syaban sebagai berikut:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَفَّظُ مِنْ هِلَالِ شَعْبَانَ مَا لَا يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ، ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ، عَدَّ ثَلَاثِينَ يَوْمًا، ثُمَّ صَامَ
“Nabi saw memberikan perhatian terhadap hilal bulan Sya’ban, tidak sebagaimana perhatian beliau terhadap bulan-bulan yang lain. Kemudian beliau berpuasa ketika melihat hilal Ramadhan. Jika hilal tidak kelihatan, beliau genapkan Sya’ban sampai 30 hari.” (HR Ahmad, Abu Daud, An Nasa’i dan sanad-nya disahihkan Syekh Syu’aib Al-Arnauth)

Sementara itu, dalam hadits riwayat Ummu Salamah ra, dia mengatakan sebagai berikut: 
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلَّا شَعْبَانَ، وَيَصِلُ بِهِ رَمَضَانَ 
“Bahwa Nabi saw belum pernah puasa satu bulan penuh selain Sya’ban, kemudian beliau sambung dengan Ramadhan.” (HR  Al-Nasa’i)

Karena ditunaikan sebelum puasa fardhu Ramadhan, maka puasa sunah Syakban menjadi "instrumen syar'i" yang dapat berfungsi mengkodisikan kesiapan dalam menjemput keberkahan puasa Ramadhan. Inilah mengapa Ramadhan menjadi bulan penuh keberkahan yang harus disongsong dihadapi dengan kesiapan lahir dan batin dalam meraihnya. Sekali lagi, puasa syakban menyediakan keberkahan dan kesempatan bagi setiap insan beriman.

Dengan berpuasa Syakban juga sekaligus meneladani Nabi karena sudah mengamalkan sunahnya. Apalagi terdapat riwayat yang menjelaskan bahwa amal-amal manusia dibawa ke langit. Riwayat dari Usamah bin Zaid ra ia berkata: “Wahai Rasulullah saw mengapa aku tidak pernah melihat Anda berpuasa sunah dalam satu bulan tertentu yang lebih banyak dari bulan Sya’ban? Nabi saw menjawab:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفِلُ النَّاسُ عَنْهُ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَال إِلى رَبِّ العَالمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عملي وَأَنَا صَائِمٌ
“Ia adalah bulan di saat manusia banyak yang lalai (dari beramal shalih), antara Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan di saat amal-amal dibawa naik kepada Allah Rabb semesta alam, maka aku senang apabila amal-amalku diangkat kepada Allah saat aku mengerjakan puasa sunah.” (HR. Tirmidzi, Al-Nasai dan Ibnu Khuzaimah. Ibnu Khuzaimah menshahihkan hadits ini)

Syakban berpotensi menjadi bulan lalai dalam beribadah dan beramal shalih karena umat manusia disibukkan dengan rutinitas duniawiyah seperti bekerja, melancong atau aktivitas harian lainnya yang menyita waktunya. Di samping itu, bisa jadi ada orang-orang yang menggunakan "aji munpung"; mumpung belum puasa Ramadhan bisa makan sepuasnya, bisa pergi ke mana-mana dan bisa melakukan apa saja yang tak disadarinya sejatinya telah melalaikan akan ibadahnya.

Maka, betapa berbahagianya kita dapat menjalani hidup dan kehidupan di dinia ini selalu dalam ketaatan pada Allah ta'ala, sehingga saat amal kita dilapurkan ke langit di bulan Syakban, kita berada dalam ketaatan, bahkan sedang memperindahnya dengan puasa sunah Syakban. Aamiin ya Rabb.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama