Keberkahan Gladi Shalat

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 8 Syakban 1443

Keberkahan Gladi Shalat
Saudaraku, di samping aspek kesehatan dan kesiapan lahiriyah lainnya sebagaimana telah diingatkan dalam muhasabah akhir-akhir ini, maka gladi kesiapan  mempertahankan keistikamahan dalam beribadah menjadi sangat penting. Nah, tema muhasabah hari ini akan mengingatkan ulang tentang keistikamahan shalat, baik yang fardhu maupun yang sunah.

Bila bulan Syakban ini dapat diberdayakan dengan memperbanyak puasa sunah atau sekaligus meniatkan puasa ganti (mengqadha puasa) bagi sebagian kita, maka sejatinya akan tersedia banyak kesempatan untuk menambah pundi-pundi keberkahan pahala, termasuk melalui shalat sunah sebagai upaya memperindah kesempurnaan shalat fardhu.

Secara praktis dalam keseharian, kita dapat mengistikamahi dan mengukuhkannya secara nyata. Shalat fardhu, pasti yakni shalat isya, subuh, dzuhur, ashar dan shalat magrib tentu akan diupayakan secara berjamaah sehingga ketaatan pada Allah dapat dipertahankan. 

Untuk maksud memperindah bangunan keislaman, kita dituntun menjemput keberkahan melalui penunaian ragam shalat sunah. Di antaranya shalat rawatib yang mengiringi shalat fardhu, sunah syukrul wudhu,  tahiyatul masjid, shalat tahajud, shalat hajat, witir, shalat fajar, shalat isyraq, shalat dhuha dan shalat mutlak.

Bila bangunan shalat dapat berproses menyempurna keistikamahan dan keindahannya, maka sejatinya ia telah melembaga menjadi tatanan kemuliaan sehingga pada bulan Ramadhan benar-benar dapat mendulang keberkahan yang disediakan oleh Allah atasnya. Bayangkan sebelum Ramadhan tiba saja, sudah dapat mendulang pahala, apatah lagi ketika Ramadhan sudah menyapa yang keberhahan pahala dan kebaikannya dilipatgandakan oleh Allah.

Lagi pula, keistikamahan dalam menegakkan shalat menjadi energi positif terhadap keistikamahan penunaian ibadah lainnya, termasuk yang ghairu mahdhah sekalipun seperti  baca Qur'an, berdzikir, membaca, menulis, mengajar, belajar, bekerja, berolahraga. 

Bila jauh sebelum puasa Ramadhan sudah istikamah dalam ketaatan (baca shalat dan lainnya), apatah lagi ketika sudah Ramadhan tiba. Postulatnya, ibadah dalam bulan Ramadhan pasti lebih entensif, karena Ramadhan bulan yang lebih kondusif.

Penomena selama ini, mengapa "bendera taat" (baca "bendera shalat", shalat fardhu berjamaah, shalat terawih/malam, shalat dhuha) seseorang hanya berkibar atau dikibarkan sepanjang Ramadhan saja, lalu hilang setelahnya? Maka di antara jawabannya adalah ya karena instan yakni ada dan memulainya hanya pada bulan Ramadhan saja, sehingga hilang seiring berlalunya Ramadhan.

Pasa bulan Ramadhan nanti, perhatikanlah, dinamika ghirah dan gairah umat Islam untuk beribadah (baca shalat berjamaah) dan menghidupkan malamnya! Sungguh amat membahagiakan, bukan? Tetapi mengapa tidak di bulan sebelum atau setelahnya ya? Lalu ke mana perginya? 

Nah, agar bendera taat dapat berkibar sepanjang masa, maka keistikamahannya layak dijaga, dimulai dari sekarang sampai Allah menyapa Yaa Ayyatuhan Nafsul Muthmainnah, Irji'i ilaa Rabbiki raa dhiyatam mardhiyyah, Fadkhuli fii 'ibadi, wadkhuli janaati"
("Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan Hamba-hambaKu. dan masuklah kedalam surga-Ku." (Q.S. Al-Fajr 27-30)). Maha benar Allah dengan segala firmanNya.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama