Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 6 Muharam 1443
Pesan Ikhlas
Saudaraku, samping ibrah adanya perubahan, ikhtiar, peradaban, pengorbanan, tawakal, pragmen hijrah juga mengajarkan tentang ketulusikhlasan. Inilah yang melatari tema muhasabah hari ini sehingga diracik di bawah judul pesan ikhlas. Betapa tidak!
Dalam perhelatan sepenting hijrah, semua muhajirin samikna wa athakna mendengar menaati titah Allah dan RasulNya. Semua muhajirin demi agamanya, demi Islam yang diyakininya, demi Allah Rabbuna, rela meninggalkan Makkah dengan segala "zona aman kehidupan" yang telah diraihnya menuju Madinah yang saat itu baru menjadi dunia cita-cita yang "menjanjikan" sejuta harapan. Tetapi karena ketulusikhlasan memenuhi titah Rabbuna, kemudian satu persatu impian Islam dan cita cinta kaum muslimin terealisasi menjadi nyata.
Akan tetapi ternyata terdapat juga peserta hijrah yang hijrahnya karena memiliki interes pribadi bukan karena Allah. Diceritakan, konon ada seseorang yang hijrah dari Makkah ke Madinah dengan tujuan untuk bisa menikahi seorang wanita yang turut hijrah bersama kaum muhajirin lainnya, bernama “Ummu Qais”. Dengan demikian hijrahnya bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah yang lillahi ta'ala sebagaimana umumnya muhajirin. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (orang yang hijrah karena Ummu Qais). Inilah asbabul wurud atau sebab-sebab yang melatari munculnya hadis tentang pentingnya niat - yang tulus - dalam Islam.
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al- Khattab ra, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang diniatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan (Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al- Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari dan Abu Al-Husain, Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al- Qusyairi Al-Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang).
Bila hijrahnya ikhlas lillahi ta'ala, maka Allah justru memberikan lebih dari apa yang diminta dan dihajatkan, tetapi bila hijrahnya karena dunia (harta, tahta, dan wanita/pria), maka sebegitulah capaian terbesar yang kemungkinan bisa diperolehnya meskioun tanpa keridhaan Allah ta'ala).
Dan ternyata dalam sejarahnya, para muhajirin yang tulus ikhlas melakukan hijrah, justru memperoleh harta melalui usaha perniagaan yang ditekuninya saat di Madinah, banyak dari kaum muhajirin yang mendapati jodohnya saat di Madinah, dan nantinya juga memperoleh tahta karena sikap amanahnya. Itulah, orang-orang yang menaati titah Nabi dan titah Ilahi secara ikhlas lillahi ta'ala, justru dianugrahi dunia. Sementara yang niatnya kerena dunia, maka kalaupun berhasil, pastilah hanya sebesar yang diniatinya.
Sebegitu pentingnya niat? Ya, tentu. Karena niat yang ikhlas lillahi ta'ala akan mengantarkan pada orientasi hidup yang benar. Orientasi hidup yang benar sebagai orang beriman adalah menggapai keridhaan Allah. Dalam bahasa filsafat mengorientasikan segala sesuatu (termasuk kejadian) dalam hidup ini kepada dan menuju pada tujuan tertentu dikenal dengan teleologis. Dalam konteks teleologis mukmin, maka dapat dikatakan bahwa dalam seluruh aktivitas yang dilakukannya selalu tertuju pada (keridhaan) Allah. Inilah logikanya, mengapa niat yang ikhlas akan mengantarkan pada tujuan hakiki, orientasi hidup yang benar sehingga mengarahkan pada kebahagiaan abadi.
Semoga kita bisa terus belajar ikhlas: ikhlas mengabdi dan ikhlas menerima ketentuan Ilahi. Aamiin
Tags:
Muhasabah Harian