Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 28 Dzulhijjah 1442
Doa Kesempurnaan Cahaya
Saudaraku, tema muhasabah hari ini masih berusaha mengambil ibrah dari doa atau permohonan yang disuriteladankan oleh para rasul dan orang-orang beriman yang diabadikan oleh Allah dalam al-Qur’an. Kali ini tentang doa agar dianugrahi kesempurnaan cahaya. Allah berfirman dalam al-Qur’an yang artinya, Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (Qs. al-Tahrim 8)
Dalam konteks ayat, permohonan disempurnakan cahaya saat di akhirat kelak agar memperoleh surga yang tinggi, tentu harus dipanjatkan sejak sekarang saat hidup di dunia ini sembari terus berusaha memantaskan diri untuk layak meraih cahaya yang sempurna. Langkah konkretnya dimulai dengan mengistikamahi wudhu. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda “Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat nanti dalam keadaan dahi, kedua tangan, dan kaki mereka bercahaya karena bekas wudhu.” (HR Bukhari nomor 136 dan Muslim nomor 246).
Dan di riwayat yang lain bahwa pada hari kiamat kelak akan ada orang-orang yang dibangkit dari alam kubur dalam keadaan wajah berseri-seri, bersinar laksana bintang-bintang di langit. Inilah orang-orang saat hidup di dunia yang selalu bergegas berwudhu saat mendengar adzan. Dan akan ada orang-orang yang dibangkit dari alam kubur dalam keadaan berseri-seri, bersinar terang laksana rembulan saat purnama. Inilah orang-orang yang saat hidup di dunia dulu sudah berwudhu sebelum adzan dikumandangkan. Dan akan ada orang-orang yang dibangkit dari alam kubur dalam keadaan berseri-seri, bersinar menyilaukan laksana matahari. Inilah orang-orang yang saat hidup di dunia dulu sudah bersimpuh di atas sajadah jauh sebelum adzan dikumandangkan. Inilah orang-orang yang menjaga wudhunya.
Mengapa dengan berwudhu bisa bercahaya? Ya, secara lahiriyah dengan berwudhu maka badan menjadi putih bersih. Dan secara substantif, dengan berwudhu maka seluruh anggota tubuhnya putih bersih dan suci dari dosa-dosa. Hal ini sesuai dengan sebuah riwayat, apabila seorang muslim atau mukmin berwudhu kemudian mencuci wajahnya, maka akan keluar dari wajahnya tersebut setiap dosa pandangan yang dilakukan kedua matanya bersama air wudhu atau bersama akhir tetesan air wudhu. Apabila ia mencuci kedua tangannya, maka akan keluar setiap dosa yang dilakukan kedua tangannya tersebut bersama air wudhu atau bersama akhir tetesan air wudhu. Apabila ia mencuci kedua kaki, maka akan keluar setiap dosa yang disebabkan langkah kedua kakinya bersama air wudhu atau bersama tetesan akhir air wudhu, hingga ia selesai dari wudhunya dalam keadaan suci dan bersih dari dosa -dosa.” (HR Muslim nomor 244).
Berdasarkan normativitas di atas dipahami bahwa secara lahiriyah badan yang putih bersih akan memancarkan aura dan cahaya. Begitu juga halnya secara subtantif, dimana hati yang bersih suci disebut hati nurani, hati yang memancarkan cahayanya sehingga menerangi sekelilingnya. Dengan demikian agar disempurnakan cahayanya, maka saat hidup di dunia harus memelihara kebersihan lahir dan batin; menjaga kesucian fisik, akal dan hati dari segala yang mengotorinya.
Dalam konteks ini, Imam Ghazali pernah berpesan bahwa hati manusia itu laksana cermin yang memantulkan bayangannya. Kebajikan akan membuat hati itu terang bersinar (nurani), sementara keburukan dan kejahatan akan membuatnya gelap (dzulmani).
Dengan demikian, yang namanya cermin saat bersih pasti memantulkan gambar apapun di depannya dengan jelas, tetapi ketika cermin itu kotor dengan lapisan debu atau noda-noda yang menutupinya, apalagi retak, maka benda-benda di depannya akan tampak kabur bahkan tak terlihat sama sekali. Di sinilah upaya membersihkan dengan mengelap atau bahkan mencuci cermin yang dimiliki menjadi keniscayaan bagi yang menginginkan gambar yang jelas mempesona.
Kata Imam Ghazali seperti di awal telah disebut, begitulah hati manusia, begitulah hati kita. Bila hati bersih nan putih dan suci, maka ia akan memantulkan apapun dengan amat eloknya bahkan dapat bercahaya menerangi sekitarnya. Tetapi kalau hati kotor karena tertutupi debu dosa maka akan gelap tak ada cahaya apalagi menerangi sekelilingnya.
Bila nuur atau cahaya dipahami sebagai ilmu dan keberkahannya, maka dengan berbekal hati yang suci dan badan yang bersih, akal yang jernih akan mudah dalam "membaca" tanda-tanda atau ayat-ayat Allah, baik dalam al-Qur'an, hadits, buku-buku ilmiah lainnya maupun ayat-ayat Allah yang terbentang di jagad raya ini. Sehingga dengan ilmu yang didasari iman, akan dapat bermanfaat menjadi amal shalih yang menerangi kehidupan diri, keluarga dan sesamanya.
Inilah mengapa kita berdoa Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (Qs. al-Tahrim 8). Kesempurnaan cahaya diiringkan dengan permohonan pengampunan dosa. Ketika dosa sudah diampuni, maka hati menjadi bersih dan putih sehingga cahayanya memancar dengan sempurna. Dengan kebersihan badan, kejernihan akal pikiran, dan kesucian hati, semoga Allah menyempurnakan cahaya diri kita sehingga meraih surga (baca, rasa bahagia) baik di dunia maupun di akhirat kelak. Aamiin.
Tags:
Muhasabah Harian