Shalat Mencegah Malas

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Harian Ke-3528
Rabu, Ayyamul bidh Hari-hari Putih ke-1, 13 Syakban 1446 

Shalat Mencegah Malas
Saudaraku, di samping mencegah fitnah memfitnah, kedzaliman, kesombongan, dusta, khianat, iri dengki dan riya,  energi shalat seyogyanya juga mampu mencegah rasa malas bagi para pelakunya. Karena kemalasan termasuk ke dalam perbuatan keji dan mungkar (baca setidaknya merupakan sikap atau perbuatan bertentangan dengan norma dan akhlak Islam). Dan idealitasnya shalat mampu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.

Rasa malas merupakan kondisi psikologis yang mewujud pada sikap enggan atau tidak bergairah melakukan sesuatu yang bermanfaat padahal sebenarnya ia mampu atau bahkan sesuatu itu menjadi tugas dan kewajiban dirinya. Misalnya malas belajar, malas membaca, malas menulis, malas bekerja, malas ke kantor, malas membuat laporan, malas beribadah, malas shalat, malas jumatan ke masjid, malas bermasyarakat, malas membayar hutang, malas memenuhi janji atau sumpah dan seterusnya. Bukankah ragam kemalasan ini merugikan diri sendiri?

Dalam praktiknya, rasa malas sering ditandai dengan sikap menunda-nunda untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, malas-malasan tak bergairah, tidur-tiduran tak melakukan apapun, relatif sulit untuk fokus dan rajin, dan parahnya relatif gemar mencari alasan atau "kambing hitam" untuk pembenaran kemalasannya.

Dalam perspektif akhlak Islam, rasa malas itu persoalan hatinya sendiri; ia belum selesai dengan dirinya sendiri, baik karena tingkat keimanannya, kesadarannya, spiritualitasnya, maupun tingkat syukurnya.  Atau bisa jadi karena dorongan internal nafsunya, dan parahnya menjadi gaya hidupnya. Namun bisa hal ini bisa diperparah oleh lingkungan yang tidak kondusif dan orang-orang yang ada di sekitarnya yang acuh tak acuh dan permisif.

Nah, kini kita akan terus berikhtiar memperbaiki shalat kita dan meningkatkan kualitasnya. Karena shalat mampu mencegah malas. Ya, sampai benar-benar menjadi orang-orang mendirikan shalat, yakni orang-orang yang rajin, berghirah bergairah, disiplin, produktif dan penuh tanggungjawab.

Dengan logika terbalik, kita dapat mengatakan bukankah shalat mampu memvasilitasi sikap disiplin, tepat waktu, tidak menunda-nunda pelaksanaannya, fokus konsentrasi sowan kepada Ilahi Rabby, merangkai gerakan yang satu ke gerakan berikutnya, melafalkan bacaan yang satu disusul ke bacaan berikutnya tanpa jeda, berkonsentrasi sepenuhnya dan hati hanya terpaut pada Allah zat yang maha produktif. Faidza faraghta fanshzb wa ila Rabbika farghab, terus menerus dalam aktivitas yang membahagiakan bersama Allah Rabbuna. Aamiin ya Mujib al-Sailin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama