Doa Ibrahim terhadap Empat Hal

  Sri Suyanta Harsa 

Muhasabah 5 Dzulhijjah 1442 

Saudaraku, tema muhasabah hari ini masih belajar dari doa atau permohonan Nabi Ibrahim yang termaktub dalam al-Qur'an. Allah berfirman yang artinya, Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS Al-Baqarah, 127-128). 

Berdasarkan normativitas yang terjemahannya tertera di atas di antaranya terdapat setidaknya empat hal yang dimohon oleh Nabi Ibrahim as pada Allah. Keempatnya adalah keridhaan atas eksistensi diri termasuk amalannya, kepenyerahan diri secara total atau keberislaman sampai ke anak cucu keturunannya, kaifiyat dalam beribadah termasuk haji dan pertaubatan yang makbul. Keempat permohonan ini tentu sangat luar biasa pengaruhnya dalam kehidupan setiap orang. 

Pertama, keridhaan atas eksistensi diri termasuk amalannya. 

Ini merupakan permohonan yang sangat pundamental, dimana Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar berkenan menerima atau meridhai dirinya, termasuk amalan yang dilakukannya seperti membangun Ka'bah sebagai tempat peribadatan. Bila keberadaan diri dan segala amalnya sudah diterima atau diridhai oleh Allah, maka dipastikan akan kebenaran dan keberkahannya, sehingga menjadi energi positif yang akan terus melahirkan rasa bahagia, baik untuk diri sendiri, keluarga maupun sesamanya. Eksistensi diri yang diridhai oleh Allah tentu dapat diperoleh oleh setiap hambaNya, ketika keberadaannya di dunia ini berusaha dalam kondisi Islam, iman dan takwa. Begitu juga amalannya; agar diterima oleh Allah, maka amalannya mesti baik sesuai dengan syariat Islam dan dilakukannya secara ikhlas, demi meraih ridha Allah. 

Kedua, kepenyerahan diri atau keberislaman sampai ke anak cucu keturunannya. 

Mengenai permohonan ini, Nabi Ibrahim memohon agar kondisi keberislaman terpelihara hingga akhir hayat, bahkan keberislaman juga pada anak cucu keturunan dan umatnya. Hal ini bersesuaian dengan firman Allah yang artinya Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.(Qs. Ali Imran 102) dan Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(Qs. Al-Tahrim 6). Rasanya Islam dan iman lah yang menjadi karunia terbesar dalam hidup ini. Karena hanya dengan Islam dan iman hidup bisa bahagia. 

Ketiga, kaifiyat dalam beribadah. 

Permohonan tentang kaifiyat atau tata cara beribadah, SOP (termasuk dalam ibadah haji) berikut kesempurnaannya menjadi sangat signifikan agar diterima oleh Allah. Inilah mengapa, semua ibadah (mahdhah) harus mengikuti syariat yang Allah turunkan, tidak boleh berkreasi sendiri. Perihal ibadah kemudian dipraktikan oleh Nabi. Nah, umatnya dan orang-orang yang datang belakangan tinggal mengikuti rasulullah. sesuai dengan era kerasulannya masing-masing. Sekali lagi dalam ibadah mahdhah tidak diizinkan berkreasi baru (mengadakan bid'ah). 

Keempat, pertaubatan yang makbul. 

Meskipun diyakini bahwa ... Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi maha Penyayang. (Qs. Al-Baqarah 37), namun Nabi Ibrahim as tetap memohon agar taubatnya diterima oleh Allah. Oleh karena itu bila ada pelanggaran dan kelalaian yang kita lakukan, maka sebaiknya segera diakhiri dengan pertaubatan. Dan memohon agar taubat kita makbul adanya. Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima Taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang? (Qs. Al-Taubah 104) Dengan demikian meski meyakini sepenuhnya bahwa Allah adalah zat yang maha penerima taubat, Allah menanti pertaubatan hamba-hambaNya, maka etikanya kita tetap memohon kemakbulan taubat kita. 

Dengan pertaubatan yang kita lakukan, maka kemudian melakukan perbaikan dengan melakukan amal shalih. Karena taubat yang makbul merupakan energi positif, maka akan menuntun kita untuk melakukan kebaikan demi kebaikan, dan ibadah demi ibadah. Aamiin 


Nah, jadi di antara ibrah yang bisa kita petik dari doa Nabi Ibrahim as adalah betapa pentingnya memohon keridhaan atas eksistensi diri termasuk amalannya, kepenyerahan diri secara total atau keberislaman sampai ke anak cucu keturunannya, kaifiyat beribadah dan pertaubatan yang makbul. Ibrahim, seorang rasulullah saja memohon keempat hal ini, padahal dirinya pembawa risalah yang sudah jelas ditunjuki oleh Allah. Nah, kita sebagai manusia biasa ini, tentu lebih berhajat atasnya. Allahu a'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama