Sri Suyanta Harsa
Muhasabah 13 Dzulhijjah 1442
Doa agar Bijak
Saudaraku, mengapa kehidupan Nabi Ibrahim as - beserta keluarganya - menjadi begitu menyejarah? Ya, tentu sangat banyak alasannya, baik secara teologis maupun sosioanthroplogis. Di samping digelari sebagai khalilullah, teman atau kekasih Allah dan sebagai salah seorang rasul ulul azmi, Nabi Ibrahim as juga sangat taat, mencintai Rabbnya sekaligus menyayangi keluarga dan sesamanya.
Terdapat banyak pragmen kehidupan Nabi Ibrahim dan keluarganya yang direkam oleh Allah dalam al-Qur'an untuk dijadikan pelajaran bagi umat manusia. Demikian juga perihal doa permohonannya. Di antara permohonannya yang termaktub dalam al-Qur'an, Allah berfirman yang artinya (Ibrahim berdoa): "Ya Rabbku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shalih (Qs. Al-Syua'ara 83)
Terdapat setidaknya dua permohonan Nabi Ibrahm as dalam normativitas di atas sekaligus sebagai keyword muhasabah hari ini, yakni hikmah dan menjadi bagian dari orang-orang shalih. Dua hal yang sangat mendasar bagi kehidupan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
Pernohonan pertama berupa hikmah. Dalam berbagai konteks hikmah merujuk pada sesuatu yang mulia, agung dan tinggi. Makna yang paling tinggi, hikmah juga merujuk pada wahyu (seperti al-Qur'an) itu sendiri, kemudian bermakna al-sunnah, ilmu yang tinggi, kebijaksanaan, keatifan, pelajaran dan ilmu yang membawa pemiliknya dekat pada Allah. Dengan demikian apapun yang dimohon oleh Nabi Ibrahim as kepada Allah dan atau yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya pastilah merupakan sesuatu yang membawa dirinya semakin bijak, arif dan dekat dengan Allah ta'ala. Kira-kira anugrah ini merupakan ikatan vertikal yang menguatkan hablum minallah.
Permohonan kedua, menjadi bagian dari orang-orang shalih. Shalih itu bermakna baik atau kebaikan yang lazimnya meluas sehingga bukan saja membahagiakan diri sendiri, tetapi juga dirasakan oleh keluarga dan sesamanya. Kira-kira anugrah ini merupakan ikatan horisontal yang mengukuhkan hablum minannas.
Dengan demikian, Idealitas manusia yang mulia itu adalah ketika mampu menciptakan relasi dan kedekatan dengan Allah sekaligus relasi dan kedekatan dengan sesama manusia. Hal ini jelas mewujud dan dipraktikkan oleh Nabi Ibrahim as sebagaimana yang dipinta. Inilah orang bijak; yakni dekat dengan Allah juga dekat dengan sesamanya. Allahu a'lam
Tags:
Muhasabah Harian
Masyaallah... Jazakallahu Khairan bapak 🙏
BalasHapus