Kemenangan Menuntun Ihsan

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Harian Ke-3582
Selasa, 9 Syawal 1446 H

Kemenangan Menuntun Ihsan
Saudaraku, di antara permata yang bersinar dari pendidikan Ramadhan, selain kesediaan meminta maaf dan memberi maaf, keikhlasan berbagi, kemampuan menahan amarah, ketundukan kepada Allah, ketaatan yang teguh, kehati-hatian yang mendalam, serta keistikamahan dalam ketaatan, ada satu mahkota yang harus senantiasa menghiasi diri kita yaitu ihsan.

Ihsan bukan sekadar perbuatan baik, tetapi kebaikan yang lahir dari kesadaran terdalam, yang dilakukan dengan kesungguhan seakan berada di hadapan Allah ta'ala. Maka ihsan ini merupakan laku hidup orang-orang bertakwa, sebagaimana firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian." (QS. Al-Dzariyat: 15-19)

Ihsan adalah napas takwa yang mewujud nyata dalam kehidupan. Ia tidak hanya mengisi relung-relung ibadah mahdhah yang bersifat vertikal, seperti syahadat, shalat, puasa, dzikir, haji dan doa, tetapi juga menjelma dalam setiap interaksi sosial, dalam tutur kata yang santun, dalam tangan yang ringan membantu, dalam kepedulian terhadap sesama, bahkan dalam kasih sayang terhadap makhluk lain di alam semesta.

Dalam dialog suci antara Nabi dan Malaikat Jibril, ihsan diartikan sebagai beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika tidak mampu melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Dia senantiasa melihat kita. Inilah ihsan dalam hubungan dengan-Nya—sebuah kesadaran ilahiah yang membentuk ketulusan dalam setiap ibadah. Ihsan bukan sekadar menjalankan kewajiban, tetapi melaksanakannya dengan kesungguhan hati, dengan cinta, dengan penghayatan bahwa setiap sujud adalah perjumpaan, setiap doa adalah percakapan, setiap amal adalah persembahan.

Namun, ihsan tidak berhenti pada hubungan dengan Allah. Ia juga tercermin dalam hubungan dengan sesama manusia. Allah berfirman: "Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, 'Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat.' Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang." (QS. Al-Baqarah: 83)

Ihsan terhadap sesama adalah tutur kata yang lembut, senyum tulus yang meneduhkan, tangan yang menolong, langkah yang mendatangkan kebaikan. Ihsan adalah berbagi dengan yang membutuhkan, mendirikan sekolah untuk mencerdaskan, membangun tempat ibadah untuk mendekatkan diri kepada-Nya, memperbaiki jalan agar orang lain dapat melaluinya dengan nyaman. Ihsan adalah jihad di jalan kebenaran, amar ma’ruf nahi munkar, kepedulian yang tak mengenal lelah. 

Dalam praktiknya, ihsan terhadap sesama bisa tatkala kita memberi dengan hati dan memandang dengan cinta. Ya, hidup ini bukan sekadar rangkaian hari yang berganti, bukan pula hanya tentang pencapaian dan keberhasilan pribadi. Di balik setiap helaan napas kita, ada hak orang lain yang mesti dijaga, ada kasih yang harus dibagi, dan ada wajah-wajah yang menanti uluran kebaikan.  

Ihsan adalah memberi sebelum diminta, menolong tanpa berharap balas, memaafkan bahkan ketika luka masih terasa, tersenyum meski hati sendiri sedang berduka. Maka ihsan bukan sekadar sikap lahiriah, ia adalah pancaran jiwa yang sadar bahwa setiap makhluk Allah layak diperlakukan dengan kelembutan, kasih sayang, dan cinta.

Betapa Islam bukan hanya mengatur hubungan kita dengan Allah, tapi juga mengajarkan sensitivitas terhadap sesama makhluk-Nya, bahkan pada binatang yang akan disembelih, apatah lagi kepada sesama manusia, sesama pemeluk agamaNya, sesama bangsa dan negaranya.

Beginilah ihsan, menyiram api dengan embun, bukan dengan bensin. Tak ada dendam yang tidak luluh oleh cinta yang tulus. Apalagi hidup ini terlalu singkat untuk disia-siakan dengan kebencian. Mari hidup dengan ihsan, agar dunia menjadi taman kebaikan, dan akhirat menjadi istana yang dirindukan.

Dan mereka yang menapaki jalan ihsan, Allah telah menjanjikan keberkahan yang berlipat-lipat. "Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS. Al-Qashas: 84)

Maka, saudaraku, kita menjadikan ihsan sebagai jalan hidup. Bukan hanya saat Ramadhan, bukan hanya dalam momen-momen tertentu, tetapi sebagai laku yang terus berlanjut, menjadi jejak yang tertinggal, menjadi cahaya yang menerangi jalan. Inilah puncak takwa, dan takwa adalah kunci bahagia. Aamiin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama