Bahagia Bisa Meninggalkan "Kebiasaan Buruk"

Sri Suyanta Harsa
Muhasabah Harian Ke-3667 Serial Hijrah
Rabu, 6 Muharam 1447

Bahagia Bisa Meninggalkan "Kebiaasan Buruk"
Saudaraku, di antara kebahagian yang dianugrahkan Allah adalah ketika kita berhasil meninggalkan "kebiasaan buruk". Karena meninggalkan kebiasaan buruk adalah bentuk hijrah, meski dianggap kecil oleh sebagian  pihak tapi dampaknya besar, baik untuk hidup kita di dunia maupun untuk catatan amal kita di akhirat. Mengapa? Karena sejatinya, kebiasaan buruk itu seperti parasit, ia menggerogoti amal, merusak etika, mengganggu produktivitas, dan diam-diam menjauhkan kita dari keberkahan yang Allah limpahkan.

Saudaraku, terdapat "kebiasaan buruk" yang mungkin saja masih terjadi pada diri kita atau anak-anak kita, teman-teman dan mungkin tanpa disadari, bahwa kebiasaan ini telah menjadi penyakit yang melemahkan semangat beribadah, mengurangi produktivitas, dan merendahkan martabat hidup.

Pertama, kebiasaan bangun tidur telad bahkan kesiangan, sehingga melewatkan waktu terbaiknya untuk beribadah dan atau memulai harinya yang bermakna. Betapa bahagianya bila kita bisa meninggalkan kebiasaan bangun telat, seraya menggantinya dengan bangun lebih cepat, syukur-syukur bangun tidur saat sahur, sekitar satu atau dua jam sebelum waktu shalat subuh. Ya waktu yang sangat mustajabah untuk beribadah, berdoa memohon kebaikan dan kemuliaan pada Allah ta'ala.

Kedua, kebiasaan terlambat masuk kerja. Padahal aturan kapan waktu masuk, kapan jam istirahat dan kapan saat pulang sudah amat gamblang dan sudah dipahami sepenuhnya, tetapi tetap saja ada yang terus menerus tidak displin. Padahal ini bisa menjadi cerimin hatinya, indikator kurangnya akhlak, rendahnya rasa tanggung jawab sehingga dapat melemahkan kepercayaan dari orang lain, tentu termasuk dari atasannya. Ketika kita mampu meninggalkan kebiasaan undisipliner dalam kerja ini dan menggantinya dengan rajin dan penuh tanggungjawab, memenuhi aturan yang ditetapkan, maka kitapun merasa lega, puas dan bahagia.

Ketiga, kebiasaan absen bodong atau memalsukan kehadiran atau laporan, seolah-olah kita hadir, padahal tidak atau hadir untuk "pinger doang" lalu pergi entah ke mana. Tentu, ini juga merupakan tindakan yang kurang terpuji, meskipun alasannya ngopi atau sarapan. Bukankah ngopi dan sarapan bisa dilakukan di rumah atau sebelum jam kerja atau saat jam istirahat. Karena, bukan ngopi atau sarapan yang menyita tapi kebanyakan ngomong-ngomongnya bahkan "ngrumpi" nya. Kalau hanya untuk ngopi atau sarapan, ya paling lama 30 menit, bukan berjam. Dan anehnya dilakujan setiap hari, sehingga menjadi kebiasaan. Eronisnya kebiasaan ini menjadi preseden bagi yang lain apalagi yang baru bergabung. Oleh karena itu ketika kita mampu meninggalkan kebiasaan absen bohong ini, dan menggantikan dengan disiplin, maka kitapun puas, lega dan bahagia. 

Keempat, kebiasasn menunda-nunda pekerjaan, hingga tugas menumpuk dan hasil tidak maksimal. Ya menunda-nunda isi nilai, isi BBM, menikah, membuat TA, membuat laporan, apalagi bayar hutang menunggu deadline tentu menjadi perilaku yang merugikan diri. Oleh karena itu meninggalkan kebiasaan yang merugikan diri ini dan menyegerakan memenuhinya merupakan tindakan yang menentram hati, sehingga kita bahagia karenanya.

Kelima, kebiasaan ngomong-ngomong, tahu-tahu kebablasan hingga masuk katagori ngegosip, ghibah atau membicarakan kekurangan orang lain. Tentu ini merupakan perilaku yang tidak etis, bahkan bisa mengotori lisan, akal dan hati. Oleh karena itu meninggalkannya merupakan hijrah menuju kebaikan dan kemaslahatan bersama.

Keenam, perilaku boros dalam pengeluaran, hingga kesulitan mengatur keuangan. Wah "mengejar gaya, memburu merek"  ini kalau menjadi kebiasaan, maka akan berakibat fatal bagi diri dan keharnonisan keluarga. Oleh karenanya meninggalkannya dan menggantikan dengan perilaku yang lebih hati-hati, maka kitapun bahagia.

Ketujuh, berbuat lagha atau membuang-buang waktu dengan hal yang tidak bermanfaat, yang membuat hidup kita berjalan di tempat. Meninggalkan perbuatan lagha dan menggantikannya dengan aktivitas bermakna akan memvasilitasi diri untuk bahagia.

Saudaraku, tentu masih banyak lagi kebiasaan kecil yang terlihat sepele, tapi sesungguhnya mengikis integritas, produktivitas, dan harga diri kita. Untungnya Allah selalu memberi kesempatan kepada kita untuk menyadari dan bertaubat seraya memperbaiki diri. Tak peduli seburuk apa kebiasaan kita di masa lalu, selama kita mau hijrah meninggalkannya dan menggantikannya dengan yang baik, maka pintu keberkahan selalu terbuka. Kita mesti ingat seruan Allah SWT bahwa: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Jadi, meninggalkan kebiasaan buruk merupakan bagian dari hijrah, ikhtiar mengubah keadaan, mengubah hidup, dan mengubah arah perjalanan kita menuju kebaikan. Bukan hanya soal disiplin, tapi juga soal kejujuran hati, soal integritas diri, dan soal tanggung jawab sebagai pemegang amanah dan sebagai hamba Allah.

Saudaraku, setiap langkah kecil meninggalkan kebiasaan buruk adalah kemenangan besar. Saat kita bisa bangun lebih awal, saat kita masuk kerja tepat waktu, saat kita jujur dalam kehadiran, saat kita menyelesaikan amanah sesuai waktu, saat kita menjaga lisan dan menata keuangan, di situlah kebahagiaan perlahan hadir. Bukan hanya karena hidup menjadi lebih teratur, tapi karena hati kita menjadi lebih bersih, jiwa kita lebih ringan, dan kita lebih dekat dengan ridha Allah.

Ya, bahagia itu, ketika kita berhasil mengalahkan ego diri sendiri, meninggalkan kebiasaan buruk, dan menggantinya dengan kebiasaan baik yang membawa keberkahan hidup. Kita  jadikan Muharam ini sebagai titik tolak untuk berbenah, membiasakan diri dengan hal-hal baik, dan perlahan meninggalkan setiap kebiasaan buruk yang selama ini menghambat kemajuan hidup kita. Karena hidup terlalu naif bila terus dihabiskan dalam kelalaian. Semoga Allah ta'ala memudahkan langkah kita, menguatkan tekad kita, dan menganugerahkan kebahagiaan sejati karena kita berani hijrah, berani berbenah, dan berani meninggalkan kebiasaan buruk. Aamiin, ya Rabbal 'alamin.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama